| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |

CARI RENUNGAN

>

Pesta Keluarga Kudus



PESTA KELUARGA KUDUS, MINGGU 30 DESEMBER 2012
1Sam 1:20-22.24-28; 1Yoh 3:1-2.21-24; Luk 2:41-52

Hari ini kita merayakan pesta Keluarga Kudus. Perayaan ini mengajak kita untuk menyadari bahwa hidup berkeluarga merupakan panggilan yang mulia dan luhur dari Tuhan. Mengapa hidup berkeluarga itu merupakan panggilan yang begitu luhur? Salah satunya adalah karena melalui keluargalah, Tuhan berkarya untuk menciptakan manusia baru. “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: ‘Beranakcuculah dan bertambah banyak’...” (Kej 1:28). Dengan kata lain, keluarga dipanggil dan dipilih oleh Allah untuk mengambil bagian dalam karya penciptaan-Nya. Setiap orang terlahir di dunia ini melalui sebuah keluarga. Bahkan, Tuhan Yesus pun dilahirkan di dunia ini melalui keluarga Yuduf dan Maria. Tuhan Allah memanggil Maria dan Yusuf untuk membangun keluarga dan mengutus mereka untuk melahirkan, mengasuh, dan mendidik Yesus.

Keluarga Nazaret ini, bukanlah keluarga yang secara manusiawi serba berkecukupan. Bahkan, mereka tergolong miskin. Hal ini tampak dari apa yang mereka persembahkan pada saat pentahiran. Mereka hanya mempersembahkan dua ekor burung tekukur atau dua anak burung merpati (Luk 2:24). Persembahkan ini menunjukkan bahwa mereka tidak mampu. Sebab, keluarga-keluarga yang cukup mampu diminta mempersembahkan seekor kambing atau domba (Im 12:8). Sementara keluarga yang kaya akan mempersembahkan yang lebih mahal lagi, yaitu seekor lembu jantan, masih ditambah lagi tepung dan anggur, seperti yang dilakukan keluarga Elkana dan Hana (1Sam 1:24).

Keluarga Nazaret juga tidak terlepas dari berbagai macam kesulitan dan persoalan hidup. Ketika hendak melahirkan Yesus, mereka tidak mendapat penginapan (Luk 2:7). Setelah dilahirkan, Yesus akan dibunuh oleh raja Herodes (Mat 2:13) sehingga mereka harus mengungsi ke Mesir dengan jarak ± 200 mil atau 320 km (Mat 2:13). Setelah sekitar 2 atau 3 tahun tinggal di Mesir dan Herodes mati, mereka diminta kembali ke Israel (Mat 2:20). Di tengah jalan mereka tahu kalau yang menggantikan Herodes adalah Arkhelaus yang sama kejamnya dengan Herodes. Mereka mengalami kecemasan dan ketakutan sehingga tidak kembali ke Betlehem tetapi ke Nazaret.

Meskipun keluarga Nazaret tidak berkecukupan secara ekonomi dan juga tidak terlepas dari kesulitan-kesulitan hidup, namun mereka merupakan keluarga kudus. Kata “kudus” berasal dari bahasa Ibrani “qados” yang artinya dikhususkan, terpilih, istimewa. Apa letak keistimewaan Keluarga Nazaret sehingga mereka ini menjadi keluarga kudus, keluarga yang dikhususkan dan terpilih?

Berdasarkan bacaan Injil hari ini (Luk 2:41-52), setidaknya ada tiga hal yang membuat keluarga Nazaret ini menjadi keluarga kudus. Pertama, mereka mempunyai relasi yang begitu erat dan intim dengan Allah. Keintiman relasi dengan Allah ini tampak dalam ketulusan, ketekunan dan kesetiaan mereka untuk menjalankan ibadah. “Tiap-tiap tahun, pada hari raya Paskah, orangtua  Yesus pergi ke Yerusalem” (ay.41). Mereka juga juga tekun dan setia berdoa, baik bersama-sama di sinagoga maupun secara pribadi sebagaimana tampak dalam sikap Bunda Maria yang selalu “menyimpan semua perkara dalam hatinya dan merenungkannya” (Luk 2:19.51b).

Kedua, mereka senantiasa menghayati semangat kasih dan dan pengorbanan. Ketika Yesus tertinggal di Bait Allah, mereka tidak ribut dan saling menyalahkan, tetapi bersama-sama mencarinya dengan sabar sampai tiga hari baru ketemu (ay.46). Pencarian ini pasti melelahkan. Setelah menemukan Yesus, mereka tidak marah tetapi Maria bertanya dengan lembut, “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Lihatlah, bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau” (ay.48). Ketika jawaban yang mereka dapatkan dari Yesus tidak mengenakkan, “Mengapa kamu mencari Aku?” (ay.49), mereka pun tidak marah. “Maria menyimpan semua perkara dalam hatinya” (ay.51b).

Ketiga, mereka mengasuh Yesus, Putera Allah yang dititipkan kepada mereka dengan baik. Kalau pada usia 12 tahun, Yesus membuat “Semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasan dan segala jawab yang diberikan-Nya” (ay.47), tentu ini berkat pendidikan dan pengasuhan yang diberikan Maria dan Yusuf. Dalam asuhan mereka, semakin hari, “Yesus makin bertambah besar, dan bertambah hikmat-Nya; Ia makin besar dan makin dikasihi Allah dan manusia” (ay.52).

Marilah, ketiga hal tersebut kita jadikan inspirasi dan kita hayati dalam keluarga kita supaya keluarga kita pun menjadi keluarga kudus! Marilah kita semakin meningkatkan relasi yang erat dan intim dengan Tuhan, kita jadikan Tuhan sebagai pusat dan yang utama dalam hidup kita! Marilah kita ciptakan suasana kasih dan semangat rela berkorban dalam keluarga kita; kita hindari sikap saling menyalahkan, mudah emosi dan marah! Marilah kita berusaha sungguh-sungguh dan bertanggung jawab dalam mendidik anak karena anak adalah anugerah Tuhan sekaligus masa depan bagi kita yang harus kita asuh dan kita didik dengan baik supaya berkembang secata integral, baik imannya, intelektualnya, moralnya maupyn kehidupan sosialnya. 

Ag. Agus Widodo, Pr

Kobus: Pelayanan dalam Keluarga (Luk 2:41-52)




silahkan klik gambar untuk memperbesar

Minggu, 30 Desember 2012 Pesta Keluarga Kudus, Yesus, Maria, Yusuf

Minggu, 30 Desember 2012
Pesta Keluarga Kudus, Yesus, Maria, Yusuf

Allah tidak kekurangan suatu apa! Ia menjadikan kamu Ilahi demi kemuliaan-Nya! - St. Hipolitus


Antifon Pembuka (Luk 2:16)

Para gembala bergegas datang dan bertemu dengan Maria dan Yusuf serta Sang Bayi yang terbaring di palungan.

Doa Pagi


Allah Bapa kami yang mahakuasa dan tak tampak, Engkau telah mengusir kegelapan dunia dengan kedatangan cahaya-Mu. Kamimohon, pandanglah kiranya kami dengan wajah berseri, agar kami dapat memuji agungnya kelahiran Putra-Mu yang tunggal dengan suara yang pantas. Sebab Dialah Tuhan, Pengantara kami, yang hidup dan berkuasa bersama Bapa dan Roh Kudus, Allah sepanjang segala masa. Amin.

Bacaan dari Kitab Pertama Samuel (1:20-22.24-28) 
  
"Seumur hidupnya Samuel diserahkan kepada Tuhan."
   
Setahun sesudah mempersembahkan kurban di Silo, mengandunglah Hana dan melahirkan seorang anak laki-laki. Anak itu diberinya nama Samuel, sebab katanya, “Aku telah memintanya dari Tuhan.” Lalu Elkana, suami Hana, pergi dengan seisi rumahnya untuk mempersembahkan kurban sembelihan tahunan dan kurban nazar kepada Tuhan. Tetapi Hana tidak ikut pergi. Katanya kepada suaminya, “Nanti, apabila anak itu sudah cerai susu, aku akan mengantarkan dia; maka ia akan menghadap ke hadirat Tuhan, dan tinggal di sana seumur hidupnya.” Setelah Samuel disapih oleh ibunya, ia dihantar ke rumah Tuhan di Silo, dan bersama dia dibawalah: seekor lembu jantan yang berumur tiga tahun, satu efa tepung dan sebuyung anggur. Waktu itu Samuel masih kecil betul. Setelah menyembelih lembu, mereka mengantarkan kanak-kanak itu kepada Eli. Lalu Hana berkata kepada Eli, “Mohon bicara, Tuanku! Demi Tuhanku hidup, akulah perempuan yang dahulu berdiri di sini, dekat Tuanku, untuk berdoa kepada Tuhan. Untuk mendapat anak inilah aku berdoa, dan Tuhan telah memberikan kepadaku apa yang kuminta dari pada-Nya. Maka aku pun menyerahkannya kepada Tuhan; seumur hidupnya terserahlah anak ini kepada Tuhan.” Lalu sujudlah mereka semua menyembah Tuhan.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan, do=g, 2/4, PS No. 841
Ref. Berbahagialah yang mendiami rumah Tuhan
Ayat. (Mzm 84:2-3.5-6.9-10; Ul: 1)
1. Betapa menyenangkan tempat kediaman-Mu, ya Tuhan semesta alam! Jiwaku merana karena merindukan pelataran rumah Tuhan; jiwaku dan ragaku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup.
2. Berbahagialah orang yang diam di rumah-Mu, yang memuji-muji Engkau tanpa henti. Berbahagialah para peziarah yang mendapat kekuatan daripada-Mu, yang bertolak dengan penuh gairah.
3. Ya Tuhan, Allah semesta alam, dengarkanlah doaku, pasanglah telinga-Mu, ya Allah Yakub. Lihatlah kami, ya Allah perisai kami, pandanglah wajah orang yang Kauurapi!

Bacaan dari Surat Pertama Rasul Yohanes (3:1-2.21-24)
  
"Kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah."
   
Saudara-saudaraku terkasih, lihatlah, betapa besar kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah. Karena itu dunia tidak mengenal kita, sebab dunia tidak mengenal Allah. Saudara-saudaraku yang terkasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata bagaimana keadaan kita kelak. Akan tetapi kita tahu bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya. Saudara-saudaraku yang terkasih, jikalau hati kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian penuh iman untuk mendekati Allah. Dan apa saja yang kita minta dari Allah, kita peroleh dari pada-Nya, karena kita menuruti segala perintah-Nya dan berbuat apa yang berkenan kepada-Nya. Dan inilah perintah-Nya itu: yakni supaya kita percaya akan nama Yesus Kristus, Anak-Nya, dan supaya kita saling mengasihi sesuai dengan perintah yang diberikan Kristus kepada kita. Barangsiapa menuruti segala perintah-Nya, ia diam di dalam Allah dan Allah di dalam dia. Dan beginilah kita ketahui bahwa Allah ada di dalam kita, yaitu dalam Roh yang telah Ia karuniakan kepada kita.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah. 

Bait Pengantar Injil, do=f, 2/4, PS No. 956
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya. Alleluya, alleluya, alleluya.
Ayat. (Kol 3:15a.16a)
Semoga damai Kristus melimpahi hatimu, semoga sabda Kristus berakar dalam dirimu.


Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas (2:41-52)
 
  
"Yesus ditemukan orang tua-Nya di tengah para ahli kitab."
       
Tiap-tiap tahun, pada hari raya Paskah, orangtua Yesus pergi ke Yerusalem. Ketika Yesus telah berumur dua belas tahun, pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu. Seusai hari-hari perayaan itu, ketika mereka berjalan pulang, tinggallah Yesus di Yerusalem tanpa diketahui orangtua-Nya. Karena mereka menyangka bahwa Yesus ada di antara orang-orang seperjalanan mereka, berjalanlah mereka sehari perjalanan jauhnya, lalu baru mencari Dia di antara kaum keluarga dan kenalan. Karena tidak menemukan Dia, kembalilah orangtua Yesus ke Yerusalem sambil terus mencari Dia. Sesudah tiga hari, mereka menemukan Yesus dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka. Semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasan dan segala jawab yang diberikan-Nya. Ketika Maria dan Yusuf melihat Dia, tercenganglah mereka. Lalu kata ibu-Nya kepada-Nya, “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami?” Lihatlah, Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau.” Jawab Yesus kepada mereka, “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” Tetapi mereka tidak mengerti apa yang dikatakan Yesus kepada mereka. Lalu Yesus pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan Maria menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya. Yesus makin bertambah besar, dan bertambah pula hikmat-Nya; Ia makin besar, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.
Berbahagialah orang yang mendengarkan sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya.
U. Sabda-Mu adalah jalan, kebenaran, dan hidup kami.

Renungan

Berkenaan dengan Pesta Keluarga Kudus kita dapat merenungkan beberapa hal yang penting. Tentu sangat mudah kita bandingkan kesamaan dan perbedaan antara Keluarga Kudus dan keluarga-keluarga kita. Dari Injil hari ini kita dapat merenungkan suatu kesamaan yang jarang dipikirkan. Keluarga Kudus ini mengalami juga kesulitan. Maria dan Yusuf mengalami kecemasan karena perbuatan Yesus. Mereka mengandaikan Dia ada di antara sanak-saudara yang bersama mereka dalam perjalanan pulang ke Nazaret. Ternyata, Ia tinggal di Yerusalem. Mengapa Yesus tidak memberitahukan kepada orang tua-Nya bahwa Ia masih mau tinggal di situ dan belajar dari para alim ulama? Kita pun akan cemas dan jengkel kalau anak kita bertindak begitu.

Mengerti anak dan mendidiknya ternyata tidak mudah. Pengalaman kita sekarang ini dapat dimengerti oleh Maria dan Yusuf. Pada akhir Injil ditulis bahwa Yesus ikut pulang bersama mereka dan taat kepada mereka. Biasanya itulah yang ditekankan berkaitan dengan arti Pesta Keluarga Kudus. Dibayangkan suatu relasi tanpa kesulitan! Kenyataannya lain. Ada kesulitan sehingga Maria dan Yusuf juga tidak mengerti Yesus.

Bila anak masih kecil, biasanya ia menjadi sumber sukacita belaka. Ia membutuhkan orang tuanya. Itu suatu kegembiraan bagi mereka. Mereka merasa bahwa anak mengharapkan perhatian dan kasih. Tetapi kalau anak bertumbuh dan menjadi remaja, timbul dalam hatinya kebutuhan lain. Ia harus mencari jalannya sendiri. Sering itu menjadi sumber ketegangan di dalam keluarga. Orang tua kurang mampu mengerti anaknya dan anak merasa tidak terlalu membutuhkan perlindungan orang tuanya. Kesulitan itu kadang menjadi dramatis entah karena orang tua terlalu memaksa anaknya ke arah tertentu entah karena keras kepala anak. Mereka kurang saling mengerti.

Karena itu, pelajaran pertama dari pertanyaan ini ialah menyadari keterbatasan kita sebagai keluarga. Kesulitan ada dan dalam arti tertentu boleh ada, seperti halnya dalam Keluarga Kudus. Perlu kita renungkan bagaimana kita harus bersikap dalam situasi sulit. Cinta rasanya kurang ditanggapi oleh anak. Benar atau tidak, jangan kita tetap mencintai anak itu yang mencari arah hidupnya. Meskipun Maria dan Yusuf tidak mengerti sikap Yesus, mereka tidak menolak-Nya. Mereka pulang bersama, masing-masing barangkali dengan pikiran dan rasa hati, namun dalam ikatan kasih! Di situlah rahasia mereka! Patut kita renungkan untuk menghayatinya dalam kesulitan kita.

Lukas rupanya menekankan segi lain lagi dalam kisah ini. Yesus memiliki dua rumah, artinya dua relasi kekeluargaan: rumah Bapa-Nya dan rumah Keluarga Kudus di Nazaret. Yesus adalah anak Bapa surgawi-Nya. Karena penjelmaan-Nya Ia juga menjadi Anak Maria dan Anak asuhan Yusuf. Itu diwartakan juga tentang kita, khusus dalam bacaan kedua (1Yoh 3:1-2.21-24). Yohanes menegaskan bahwa kita sekarang sudah menjadi anak-anak Allah, meskipun baru kelak akan dinyatakan kemuliaan serta keindahan martabat itu bila kita melihat Yesus dan menjadi sama dengan Dia. Relasi dengan Bapa tidak perlu mengganggu relasi-Nya dengan Maria dan Yusuf, namun dapat menimbulkan kesulitan sebagaimana menjadi nyata dalam kisah Injil hari ini.

Kita semua, baik orang tua maupun anak-anak, mempunyai dua jenis hubungan yakni dengan Bapa surgawi dan satu sama lain di keluarga di dunia. Bagaimana kita hayati? Allah itu kasih, tulis Yohanes dalam surat yang sama (1Yoh 4:8.16). Makin dekat kita dengan Bapa di surga, makin dikuasai oleh cinta yang akan meningkatkan mutu relasi satu sama lain. Itu pun patut kita renungkan pada Pesta Keluarga Kudus: relasi dengan Allah diharapkan mewarnai relasi kita satu sama lain, seperti antara suami-isteri dan orang tua – anak.
 
Cyprianus Verbeek, O.Carm / RUAH

Sabtu, 29 Desember 2012 Hari Kelima dalam Oktaf Natal

Sabtu, 29 Desember 2012
Hari Kelima dalam Oktaf Natal

Semakin kurang Ia memikirkan diri-Nya sendiri, semakin besar Ia menunjukkan kebaikan-Nya! -- St. Bernardus

Antifon Pembuka (bdk. Yoh 3:16)

Demikian besar cinta kasih Allah kepada dunia, sehingga Ia menyerahkan Putra tunggal-Nya, agar semua orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan memperoleh hidup abadi.

Doa Pagi

Allah Bapa yang mahabaik, bersama Simeon yang menatang kanak-kanak Yesus kami memuliakan nama-Mu. Hari ini kami persembahkan juga diri kami dan segenap anggota keluarga (komunitas) kepada-Mu. Dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami. Amin.

Kontradiksi gelap dan terang menjadi tema utama kesaksian Yohanes. Yang berada di dalam Kristus adalah terang, sebab Kristus adalah terang dunia. Maka dia wajib hidup seperti Kristus, dan selalu menuruti firman-Nya. Terang adalah kebenaran, tetapi kegelapan adalah penyesatan. Terang adalah kasih, kegelapan adalah kebencian. Kebencian kerapkali membutakan orang!

Bacaan dari Surat Pertama Rasul Yohanes (2:3-11)
 
"Barangsiapa mengasihi saudaranya, ia tetap berada di dalam terang."
     
Saudara-saudara terkasih, inilah tandanya bahwa kita mengenal Allah, yaitu jikalau kita menuruti perintah-perintah-Nya. Barangsiapa berkata “Aku mengenal Allah”, tetapi tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan tidak ada kebenaran di dalam dia. Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu kasih Allah sungguh sudah sempurna; dengan itulah kita ketahui bahwa kita ada di dalam Allah. Barangsiapa mengatakan bahwa ia ada di dalam Allah, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup. Saudara-saudara terkasih, bukan perintah baru yang kutuliskan kepada kamu, melainkan perintah lama yang telah ada padamu dari mulanya. Perintah lama itu ialah firman yang telah kamu dengar. Namun perintah baru juga yang kutuliskan kepada kamu; perintah ini telah ternyata benar di dalam Dia dan di dalam kamu; sebab kegelapan sedang melenyap dan terang yang benar telah bercahaya. Barangsiapa berkata bahwa ia berada di dalam terang, tetapi membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan sampai sekarang. Barangsiapa mengasihi saudaranya, ia tetap berada di dalam terang, dan di dalam dia tidak ada penyesatan. Tetapi barangsiapa membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan dan hidup di dalam kegelapan. Ia tidak tahu ke mana ia pergi karena kegelapan itu telah membutakan matanya.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan, do = d, 3/4; 4/4, PS 806
Ref. Hendaklah langit bersuka cita, dan bumi bersorak-sorai dihadapan wajah Tuhan, kar'na Ia sudah datang.
Ayat. (Mzm 96:1-2a.2b-3.5b-6)
1. Nyanyikanlah lagu baru bagi Tuhan, menyanyilah bagi Tuhan, hai seluruh bumi! Menyanyilah bagi Tuhan, pujilah nama-Nya!.
2. Kabarkanlah dari hari ke hari keselamatan yang datang dari pada-Nya, ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa, kisahkanlah karya-karya-Nya yang ajaib di antara segala suku.
3. Tuhanlah yang menjadikan langit, keagungan dan semarak ada di hadapan-Nya, kekuatan dan hormat ada di tempat kudus-Nya.

Bait Pengantar Injil
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya
Ayat. Kristuslah cahaya yang menerangi para bangsa. Dialah kemuliaan bagi umat Allah.

Yusuf dan Maria adalah orang yang taat pada hukum. Maka hari ini membawa Yesus ke Bait Allah, karena menurut ketentuan hukum Taurat “semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah”. Yusuf membawa persembahan “dua ekor anak burung merpati” yang menunjukkan bahwa dia tergolong orang miskin. Tidak seperti ibunda Samuel, yang membawa lembu jantan berumur 3 tahun. Namun, ramalan Simeon dan Hana membuat nyata bahwa Yesus Kristus lebih daripada Samuel.

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas (2:22-35)
  
"Kristus cahaya para bangsa."
 
Ketika genap waktu pentahiran menurut hukum Taurat, Maria dan Yusuf membawa kanak-kanak Yesus ke Yerusalem untuk menyerahkan Dia kepada Tuhan, seperti ada tertulis dalam hukum Tuhan: “Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah.” Juga mereka datang untuk mempersembahkan kurban menurut apa yang difirmankan dalam hukum Tuhan, yaitu sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati. Adalah di Yerusalem seorang bernama Simeon. Ia seorang yang benar dan saleh hidupnya, yang menantikan penghiburan bagi Israel. Roh Kudus ada diatasnya, dan kepadanya telah dinyatakan oleh Roh Kudus bahwa ia tidak akan mati sebelum melihat Mesias, yaitu Dia yang diurapi Tuhan. Atas dorongan Roh Kudus, Simeon datang ke Bait Allah. Ketika kanak-kanak Yesus dibawa masuk oleh orangtua-Nya untuk melakukan apa yang ditentukan hukum Taurat, Simeon menyambut Anak itu dan menatang-Nya sambil memuji Allah, katanya, “Sekarang Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menjadi pernyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel.” Yusuf dan Maria amat heran akan segala sesuatu yang dikatakan tentang Kanak Yesus. Lalu Simeon memberkati mereka dan berkata kepada Maria, ibu Anak itu,”Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan --dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri--, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang.”
Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!

Renungan


Dalam hidup ini, kita mempunyai berbagai macam keinginan dan kerinduan. Kita bekerja sekuat tenaga untuk memenuhi kerinduan itu. Kalau sudah terpenuhi kerinduan itu, maka kita merasa bahagia. Kedatangan Yesus di tengah dunia menggenapi semua kerinduan umat beriman. Di luar Yesus, seakan tidak ada yang menarik minat kita. Simeon merasakan hidupnya mencapai kesempurnaan tatkala melihat Yesus. Bagaimana dengan kerinduan hati kita?

Doa Malam

Ya Allah, bersama Simeon aku hendak memuji-Mu dan berseru, “Sekarang Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu.” Ya Allah, semoga dengan menyambut Anak itu, yang bagiku adalah Tuhan dan Juruselamatku, aku pun hidup dalam damai sejahtera, kini dan sepanjang masa. Amin.






Jabatan "yang dipangku oleh para Imam khususnya dalam perayaan Ekaristi "sungguh agung, "karena menjadi tanggung jawab mereka untuk memimpin Ekaristi selaku pribadi Kristus (in persona Christi) seraya menjadi saksi serta pelayan suatu persekutuan bukan hanya untuk komunitas yang secara langsung mengambil bagian dalam perayaan Ekaristi tertentu, tetapi juga untuk Gereja Universal, yang kehadirannya selalu dialami dalam perayaan Ekaristi. Patut disesalkan bahwa, terutama selama tahun-tahun yang menyusul pembaruan liturgi pasca Konsili diakibatkan oleh semangat kreativitas dan praktek adaptasi yang keliru terjadilah sejumlah penyelewengan, yang mengakibatkan penderitaan untuk banyak orang. "
(Redemptionis Sacramentum, Instruksi VI tentang sejumlah hal yang perlu dilaksanakan atau dihindari berkaitan dengan Ekaristi Mahakudus, No. 30)


RUAH

Jumat, 28 Desember 2012 Pesta Kanak-kanak Suci, Martir

Jumat, 28 Desember 2012
Pesta Kanak-kanak Suci, Martir

TENTANG KANAK-KANAK SUCI, MARTIR
Oleh: St. Quidvultdeus

Raja Agung lahir sebagai anak miskin. Para sarjana datang dari jauh. Mereka menyembah Dia, yang masih berbaring di palungan, tetapi memerintah langit dan bumi. Ketika para sarjana menyatakan kelahiran Sang Raja, Herodes menjadi gelisah dan ingin membunuh-Nya, agar ia jangan kehilangan takhta. Padahal, seandainya ia percaya kepada-Nya, Ia dapat memerintah dengan aman di dunia ini, dan di akhirat nanti akan memerintah tanpa akhir.

Herodes, mengapa engkau takut mendengar kelahiran Sang Raja? Ia datang bukan untuk merebut kedudukanmu! Ia datang untuk mengalahkan setan! Sayang engkau tidak tahu akan hal ini. Maka engkau bingung, gila karena marah. Dan keputusanmu untuk membunuh Seorang Anak yang kaucari-cari, membuat engkau bengis, tak peduli akan kematian begitu banyak bayi lainnya.

Tak ada belas kasihan terhadap ibu yang meratap menyayat hati! Tidak ada perasaan iba padamu terhadap para bapak yang menangisi anaknya yang dimakamkan! Hatimu tidak tergerak oleh jeritan tangis anak-anak yang menjadi korban. Engkau sendiri menyerang anak-anak kecil ini, karena dalam hati engkau takut diserang mereka. Engkau berpikir, "Asal rencanaku berhasil, hidupku akan panjang." Tetapi nyatanya engkau justru membunuh Sang Hidup sendiri.

Meski kecil dan tak terdengar, Ia menjadi sumber rahmat! Ia berbaring di palungan, namun menggemparkan engkau di atas takhta. Tanpa kausadari, Ia menggunakan engkau untuk melaksanakan rencana-Nya dan membebaskan jiwa-jiwa dari belenggu setan. Ia sudah menerima anak-anak, musuh-musuhmu itu, menjadi kelompok putera angkat-Nya.

Meski tidak mengerti, anak-anak ini mati demi Kristus, dan orang tuanya menangisi kematian para martir. Kanak-kanak Yesus mengangkat bayi yang belum mampu berbicara, menjadi saksi-saksi nyata bagi dirinya. Ini cara Dia memerintah dan tidak dengan cara lain. Pembebas sudah datang membawa kemerdekaan, Penyelamat membawa keselamatan.

Sumber: Ibadat Harian, Bacaan Ofisi tanggal 28 Desember.

Jumat, 28 Desember 2012 Pesta Kanak-kanak Suci, Martir

Jumat, 28 Desember 2012
Pesta Kanak-kanak Suci, Martir

Kanak-kanak Yesus mengangkat bayi, yang belum mampu berbicara, menjadi saksi-saksi nyata bagi diri-Nya --- St. Quidvuldeus

Antifon Pembuka

Kanak-kanak tak bersalah dibunuh demi Kristus. Kini mereka mengikuti Anak Domba tak bercela, dan senantiasa berseru, "Terpujilah Kristus!"

Pengantar


Pesta Kanak-kanak Suci yang kita rayakan pada hari ini menunjuk pada kenyataan bahwa kuasa kegelapan menjadi gusar terhadap terang Kristus. Ini dapat dilihat di sepanjang sejarah keselamatan. Dengan lahirnya Yesus, Raja Herodes merasa kedudukannya terancam dengan hadirnya Raja baru tersebut. Ia merasakan takhtanya mulai digoyang. Itulah sebabnya, ia tidak segan-segan membunuh anak-anak. Telinganya sudah tuli untuk mendengar ratapan para ibu yang harus kehilangan anaknya. Mata hatinya buta untuk melihat penderitaan begitu banyak orang. Kehadiran seorang pembawa damai kerap menimbulkan ketidaknyamanan bagi orang yang congkak dan arogan. Kedatangan Yesus, Sang Raja Damai, menyebabkan kekacauan besar dalam diri Herodes. Anak-anak yang tidak bersalah menjadi korban kekejamannya hanya karena ingin memastikan bahwa Yesus termasuk di antara anak-anak tersebut.

Doa Pagi

Allah Bapa, hari ini para kanak-kanak suci memuliakan Putra-Mu bukan dengan nyanyian melainkan dengan darah. Semoga kami pun dapat memberi kesaksian hidup tentang Putra-Mu dengan perkataan dan perbuatan. Sebab Dialah Tuhan, Pengantara kami yang hidup dan berkuasa
bersama Dikau dan Roh Kudus, Allah sepanjang segala masa. Amin

Bacaan dari Surat Pertama Rasul Yohanes (1:5-2:2) 
    
"Darah Yesus Kristus menyucikan kita dari segala dosa."
     
Saudara-saudara terkasih, inilah berita yang telah kami dengar dari Yesus Kristus, dan yang kami sampaikan kepada kamu: Allah adalah terang, dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan. Jika kita katakan bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta, dan kita tidak melakukan kebenaran. Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, anak-Nya itu, menyucikan kita dari segala dosa. Jika kita berkata bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri, dan kebenaran tidak ada di dalam kita. Jika kita mengaku dosa kita, maka Allah adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. Jika kita berkata bahwa bahwa kita tidak berbuat dosa, maka kita membuat Allah menjadi pendusta, dan firman-Nya tidak ada di dalam kita. Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa; namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus yang adil. Dialah pendamaian untuk segala dosa kita; malahan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan
Ref. Jiwa kita terluput seperti burung terlepas dari jerat penangkap.
Ayat. (Mzm 124:2-3.4-5.7b-8)
1. Jika bukan Tuhan yang memihak kepada kita, ketika manusia bangkit melawan kita, maka mereka telah menelan kita hidup-hidup, ketika amarah mereka menyala-nyala terhadap kita.
2. Maka air telah menghanyutkan kita, dan sungai telah mengalir menimbus kita; telah mengalir melanda kita air yang meluap-luap itu.
3. Jerat itu telah putus, dan kita pun terluput! Pertolongan kita dalam nama Tuhan, yang menjadikan langit dan bumi.

Bait Pengantar Injil
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya
Ayat. Allah, Tuhan kami, Engkau kami puji dan kami muliakan. Kepada-Mu barisan para martir berkurban dengan mempertaruhkan nyawa.

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (2:13-18)
  
"Herodes menyuruh agar semua anak laki-laki di Betlehem dan sekitarnya dibunuh."

Setelah orang-orang majus yang mengunjungi bayi Yesus di Betlehem itu pulang, nampaklah malaikat Tuhan kepada Yusuf dalam mimpi. Malaikat itu berkata, “Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya! Larilah ke Mesir, dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepadamu, karena Raja Herodes akan mencari Anak itu untuk dibunuh.” Maka Yusuf pun bangunlah. Malam itu juga diambilnya Anak itu serta ibu-Nya, lalu menyingkir ke Mesir, dan tinggal di sana sampai Herodes mati. Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan lewat nabi-Nya, ‘Dari Mesir Kupanggil Anak-Ku’. Ketika Herodes tahu, bahwa ia telah diperdayakan oleh orang-orang majus itu, sangat marahlah ia. Lalu ia menyuruh membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya, yaitu anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah, sesuai dengan waktu yang dapat diketahuinya dari orang-orang majus itu. Dengan demikian genaplah firman yang disampaikan oleh Nabi Yeremia: Terdengarlah suara di Rama, tangis dan ratap yang amat memilukan; Rahel menangisi anak-anaknya, dan ia tidak mau dihibur, sebab mereka tidak ada lagi.
Demikianlah Injil Tuhan
U. Terpujilah Kristus.

Renungan

Herodes adalah salah satu contoh orang yang mempunyai maksud tersembunyi di balik sesuatu yang kelihatannya baik. Ia meminta kepada orang Majus itu untuk memberitahu persisnya di mana Sang Mesias dilahirkan, karena, katanya, ia pun ingin menyembah Sang Raja yang baru dilahirkan. Namun ternyata sebenarnya sesuai pepatah ”ada udang di balik batu”, ia memiliki ”hidden agenda” (rencana tersembunyi), yaitu membunuh Yesus.

Banyak umat rajin ke Gereja dan mengikuti berbagai aktivitas rohani dengan motivasi yang murni, yakni hendak memuliakan Tuhan dan menyucikan hidup manusia. Namun, tidak sedikit pula yang mempunyai agenda tersembunyi di balik keterlibatannya di dalam Gereja. Ada kepentingan pribadi yang terselip di balik semangat hidup menggerejanya. Tak jauh berbeda dengan Herodes dalam bacaan hari ini. Herodes sebenarnya merasa terancam posisinya sebagai raja ketika mendengar kabar Sang Mesias telah lahir. Ia hanya berpura-pura mau datang kepada-Nya untuk menyembah, padahal nafsu duniawinya adalah ia ingin membunuh Tuhan.

Akar dari semua dosa dan ”hidden agenda” yang negatif adalah ketamakan dunia. Kalau kita tidak hati-hati, kita akan terjerat begitu dalam oleh hal-hal duniawi tersebut dan malah beroposisi dengan Tuhan, menjadi musuh Tuhan, dan keselamatan pun akan semakin jauh dari hidup kita.

Ya Tuhan, murnikanlah hatiku agar aku secara tulus mencari Engkau hanya untuk memuji dan menyembah nama-Mu serta untuk menguduskan hidupku yang lemah ini. Jangan biarkan aku terjerat oleh nafsu duniawi yang menjauhkan aku dari-Mu. Amin.

Ziarah Batin 2012, Renungan dan Catatan Harian

Kamis, 27 Desember 2012 Pesta Santo Yohanes, Rasul, Penulis Injil

Yohanes adalah putera Zebedeus dan Salome, serta saudara dari Yakobus. Dalam Injil kedua saudara ini sering disebut sebagai “Putera-putera Zebedeus” dan menerima sebutan penghargaan dari Yesus sebagai Boanerges yang berarti “anak-anak guruh” (Mrk 3:17). Mula-mula mereka berprofesi sebagai nelayan dan melaut bersama ayah mereka di Danau Genesaret.

Sebelum menjadi murid Yesus, Yohanes menjadi murid Yohanes Pembaptis, kemudian Yesus memanggil dia bersama Petrus dan Andreas. Menurut tradisi Rasul Yohanes, ia kemudian dikenal sebagai penulis dari “karya-karya Yohanes” di dalam Perjanjian Baru yakni: Injil Yohanes, ketiga surat Yohanes dan Wahyu.

Yohanes memiliki tempat terkemuka dalam kelompok para rasul. Petrus, Yakobus, dan Yohanes adalah saksi-saksi kebangkitan putri Yairus (Mrk 5:37), peristiwa transfigurasi (Mat 17:1) dan penderitaan Yesus di Taman Getsemani (Mat 26:37). Hanya dia dan Petrus yang diutus oleh Yesus ke kota untuk mempersiapkan Perjamuan Terakhir (Luk 22:8). Menurut tradisi dia adalah murid lain yang bersama dengan Petrus mengikuti Yesus ketika ditahan di Istana Imam Besar (Yoh 18:15). Yohanes sendiri tetap tinggal dekat Sang Guru terkasih pada kaki salib di puncak Kalvari bersama dengan ibu Yesus dan wanita-wanita saleh lainnya. Dia menerima Maria yang bersedih sebagai perintah terakhir Yesus. Setelah kebangkitan Yesus, Yohanes dan Petrus adalah murid-murid yang cepat-cepat pergi ke kuburan dan Yohanes adalah murid pertama yang percaya bahwa Yesus sungguh bangkit (Yoh 20:2-10).

Ketika kemudian Yesus menampakkan diri di Danau Genesaret, Yohanes adalah yang pertama dari ketujuh murid yang hadir, yang mengenali Gurunya berdiri di tepi danau (Yoh 21:7). Setelah kenaikan Kristus dan turunnya Roh Kudus, Yohanes mengambil bagian penting bersama Petrus dalam pendirian dan membimbing Gereja. Kita melihat dia bersama Petrus penyembuhan orang pincang di Bait Allah (Kis 3:1-dst). Dia juga dilemparkan ke dalam penjara bersama Petrus (Kis 4:3).

Yohanes hidup hampir seabad lamanya. Ia sendiri tidak wafat sebagai martir, tetapi sungguh ia menempuh hidup yang penuh penderitaan. Ia mewartakan Injil dan menjadi Uskup di Efesus. Di tahun-tahun terakhir hidupnya, ketika ia tidak lagi dapat berkhotbah, para muridnya akan membawanya kepada jemaat Kristiani. Pesannya yang sederhana adalah, “Anak-anakku, kasihilah seorang akan yang lain.” St Yohanes wafat di Efesus sekitar tahun 100.

Inilah rasul teladan bagi kita, umat beriman. Seorang yang sungguh-sungguh setia dalam pengabdian bagi Tuhan dan sesama. Kesetiaan inilah yang membuat Rasul Yohanes mendapat kedudukan istimewa di antara para rasul lainnya. Dunia kita saat ini membutuhkan figur-figur yang setia dalam kehidupan, seorang figur yang setia dalam kehidupan iman. Rasul Yohanes sudah menunjukkan kesetiaan itu: suatu kesetiaan kepada Yesus sampai akhir hayat.

Sri Joni Pasalli, O.Carm / RUAH

Katekese Tahun Iman

“Saya mengumumkan tahun yang spesial ini dalam surat Apostolik Porta Fidei (Pintu Kepada Iman), agar Gereja dapat memperbaharui antusiasme dalam percaya kepada Yesus Kristus, satu-satunya Penyelamat dunia, agar Gereja dapat membangkitkan sukacita dalam berjalan di jalan yang telah Ia tunjukkan kepada kita, dan agar Gereja dapat menjadi saksi yang nyata bagi kekuatan iman yang mengubah ” – Paus Benediktus XVI
 
Setiap hari Rabu selama Tahun Iman, Bapa Suci Paus Benediktus XVI selalu mengadakan audiensi dan memberikan katekese tentang Iman. Penulis akan menampilkan beberapa kutipan yang telah diterjemahkan dari teks audiensi beliau ( sumber teks audiensinya ada di website vatikan : http://www.vatican.va/holy_father/benedict_xvi/audiences/2012/index_en.htm ).
Semoga hal tersebut dapat semakin memperkaya dan menguatkan iman kita dalam Yesus Kristus!
 
 
Katekese Tahun Iman : Perkenalan
 
“Melalui wahyunya, Allah sesungguhnya mengkomunikasikan dirinya kepada kita, menceritakan dirinya dan membuat diri-Nya terjangkau. Dan kita dimampukan untuk mendengar Sabda-Nya dan menerima kebenaran-Nya. Ini adalah keajaiban iman : Allah, dalam kasih-Nya, menciptakan didalam kita – melalui tindakan Roh Kudus – kondisi yang pantas bagi kita untuk mengenali Sabda-Nya. Allah sendiri, dalam hasrat-Nya untuk menunjukkan diri-Nya, datang berhubungan dengan kita, menghadirkan diri-Nya didalam sejarah kita, memampukan kita untuk mendengar dan menerimaDia. St. Paulus mengungkapkan hal ini dengan sukacita dan syukur dalam kata-kata berikut :”Dan kami juga berterima kasih secara terus menerus kepada Allah karena hal ini, yaitu ketika kamu menerima Sabda Allah yang kamu dengar dari kami, kamu menerimanya bukan sebagai perkataan manusia tapi sebagai apa adanya, yaitu sabda Allah, yang bekerja di dalam engkau orang beriman” (1 Thes 2 : 13)”
 
“Tapi dimana kami bisa menemukan rumusan iman yang esensial? Dimana kami bisa menemukan kebenaran-kebenaran yang dengan setia telah diteruskan kepada kami dan yang menjadi terang bagi kehidupan kami sehari-hari? Jawabannya sederhana. Dalam syahadat, dalam Pengakuan Iman, kita dihubungkan kembali dengan peristiwa asali Pribadi dan Sejarah Yesus dari Nazareth; apa yang dikatakan rasul non yahudi kepada umat Kristen di Korintus terjadi :”Pada tempat pertama, aku menyampaikan kepadamu apa yang telah kuterima sendiri, bahwa Kristus wafat bagi dosa-dosa kita seperti yang dikatakan Kitab Suci, bahwa Ia dikubur, dan Ia dibangkitkan pada hari ketiga sesuai dengan kitab suci” (1 Kor 15 : 3-5)”
 
“Sekarang juga syahadat perlu diketahui dengan lebih baik, dipahami dan didoakan. Penting sekali bahwa syahadat harus “dikenali”. Memang, mengetahui merupakan semata-mata kerja intelek, sementara “mengenali” berarti perlunya menemukan ikatan yang mendalam diantara kebenaran yang kita akui dalam Syahadat dan keberadaan sehari-hari, agar kebenaran-kebenaran ini dapat sungguh dan menjadi … terang  bagi langkah-langkah kita melalui kehidupan, air yang mengairi kekeringan yang membentang di jalan kita, kehidupan yang menjadi lebih baik dari area-area kehidupan yang kering sekarang ini.”
 
“Orang Kristen sering tidak mengetahui inti iman katolik mereka, Syahadat, karenanya mereka memberikan ruang bagi sinkretisme dan relativisme religius tertentu, mengaburkan kebenaran untuk beriman juga keunikan keselamatan Kekristenan. Resiko membuat-buat agama “lakukan bagi dirimu sendiri” tidak begitu jauh sekarang ini. Kita harus kembali kepada Allah, kepada Allah Yesus Kristus, kita harus menemukan kembali pesan injil dan menjadikannya suara hati dan kehidupan sehari-hari kita lebih mendalam.”
 
 
Katekese Tahun Iman : Apakah Iman itu?
 
“Kita tidak hanya memerlukan roti, kita memerlukan cinta, makna dan harapan, fondasi yang kokoh, tanah yang kuat yang membantu kita menghidupi dengan makna autentik bahkan di masa-masa krisis, dalam kegelapan, dalam kesulitan, dan dalam masalah sehari-hari. Iman memberikan kita hal ini : iman adalah penyerahan yang yakin kepada “Engkau”, yang adalah Allah, yang memberikan aku kepastian yang berbeda, tapi tidak kurang kokoh daripada sesuatu yang berasal dari kalkulasi atau ilmu pengetahuan. Iman bukan semata-mata persetujuan intelektual tentang Allah, iman adalah tindakan yang dengannya aku mempercayakan diriku dengan bebas kepada Allah yang adalah bapa dan yang mencintai aku; iman adalah ketaatan kepada “Engkau” yang memberikanku harapan dan kepercayaan.”
 
“Iman berarti percaya dalam cinta Allah yang tidak pernah berkurang dalam menghadapi kejahatan manusia, dalam menghadapi keburukan dan kematian, tapi iman sanggup mengubah setiap jenis perbudakan, memberikan kita kemungkinan keselamatan. Memiliki iman, berarti bertemu dengan “Engkau” yang ini, Allah, yang mendukung dan memberikan aku janji akan kasih yang tak terhancurkan yang tidak hanya mengaspirasi kepada kekekalan tapi memberikannya; beriman berarti mempercayakan diriku kepada Allah dengan sikap seorang anak, yang tahu dengan baik segala kesulitannya, semua permasalahannya dipahami dalam ke-Engkau-an dari ibunya.”
 
“Percaya dalam tindakan Roh Kudus harus selalu mendorong kita untuk pergi dan mewartakan Injil, menjadi saksi iman yang berani; tapi, selain dari kemungkinan adanya tanggapan positif terhadap karunia iman, juga ada kemungkinan penolakan terhadap Injil, kemungkinan untuk tidak menerima pertemuan penting dengan Kristus. St. Augustinus sudah menyatakan masalah ini dalam salah satu komentarnya terhadap perumpamaan Penabur. “Kita berbicara”, ia berkata, “kita menebar benih, kita menaburkan benih. Ada orang yang mengejek kita, mereka yang mengolok-olok kita, mereka yang mencemoohkan kita. Bila kita takut pada mereka kita tidak memiliki apapun untuk ditabur dan pada hari panen kita tidak akan menuai hasil panen. Karenanya semoga benih didalam tanah yang baik dapat bertumbuh” (Discourse on Christian Discipline, 13,14: PL 40, 677-678). Penolakan, karenanya tidak dapat melemahkan kita. Sebagai orang Kristen, kita adalah bukti dari tanah yang subur ini. Iman kita, bahkan dengan kelemahan-kelemahan kita, menunjukkan bahwa ada tanah yang baik, dimana benih Sabda Allah menghasilkan buah keadilan, kedamaian, cinta, kemanusiaan dan keselamatan yang melimpah. Dan seluruh sejarah Gereja, dengan semua persoalannya, juga menunjukkan bahwa ada tanah yang baik, bahwa ada benih yang baik dan benih tersebut menghasilkan buah.”
 
“Percaya berarti mempercayakan diri sendiri dalam kebebasan yang penuh dan dengan suka cita kepada rencana penyelenggaraan Allah bagi sejarah, seperti Bapa Abraham, seperti Maria dari Nazareth. Iman, karenanya, adalah persetujuan yang dengan pikiran dan hati kita mengucapkan “Ya” mereka kepada Allah, mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan. Dan “Ya” ini mengubah kehidupan, menyingkapkan jalan kepada kepenuhan makna, dan menjadikannya baru, kaya dalam sukacita dan pengharapan yang dapat dipercaya.“
 
 
Katekese Tahun Iman : Iman Personal dan Iman Gereja
 
“Apakah iman hanya memiliki hakekat yang personal atau individual? Apakah iman hanya mempedulikan diriku sendiri? Apakah aku menghidupi imanku saja? Tentu, tindakan iman adalah tindakan yang sangat personal; ia terjadi di bagian paling dalam dari diri kita dan menandakan perubahan melalui pertobatan personal. Hidupku lah yang berubah, yang diberikan arah yang baru. Dalam ritus baptisan, pada saat pengucapan janji baptis, selebran bertanya demi sebuah pengakuan iman katolik dan merumuskan tiga pertanyaan : Apakah kamu percaya pada Allah Bapa yang Maha kuasa? Apakah kamu percaya pada Yesus Kristus Putra Tunggal-Nya? Apakah kamu percaya pada Roh Kudus? Pada masa kuno tiga pertanyaan ini ditujukan kepada orang yang akan menerima baptisan sebelum dicelupkan tiga kali ke dalam air. Dan sekarang, jawabannya tetap satu dan sama : “Aku percaya”. Tapi iman milikku ini bukan hasil dari refleksiku sendiri, iman milikku ini bukan hasil dari pemikiranku, melainkan adalah buah sebuah hubungan, sebuah dialog, dimana ada pendengar, penerima dan orang yang memberikan jawaban, iman milikku ini adalah komunikasi bersama Yesus yang menarikku keluar dari “Aku”yang mengisi didalam diriku untuk terbuka pada kasih Allah, Bapa.”
 
“Aku tidak bisa membangun iman pribadiku dalam dialog pribadi bersama Yesus, karena iman diberikan kepadaku oleh Allah melalui komunitas umat beriman yang adalah Gereja dan melemparkan aku ke dalam sekumpulan orang beriman, ke dalam sebuah persekutuan yang tidak hanya bersifat sosiologis tapi juga berakar dalam kasih Allah yang kekal yang ada dalam diri-Nya persekutuan Bapa, Putra dan Roh Kudus, yang adalah Kasih Trinitarian. Iman kita sungguh personal, hanya bila ia juga komunal : ia bisa menjadi imanku saja bila ia berdiam didalamnya dan bergerak bersama “Kami” nya Gereja, hanya ini adalah iman kita, iman bersama dari Satu Gereja.”
 
““Tidak seorangpun memiliki Allah sebagai Bapa-Nya, bila ia tidak memiliki Gereja sebagai Ibu-Nya” (St. Cyprian) (no 181). Karenanya, iman lahir didalam Gereja, menuntun kepada Gereja dan hidup di dalamnya. Ini penting untuk diingat.”
 
“Gereja, karenanya, sejak awal mula adalah tempat bagi iman, tempat bagi penyampaian iman, tempat dimana, melalui baptisan, kita dicelupkan ke dalam Misteri Paskah Kematian dan Kebangkitan Kristus, yang membebaskan ktia dari perbudakan dosa, memberi kita kebebasan sebagai anak dan memperkenalkan kita kepada persekutuan dengan Allah Tritungal. Pada saat yang sama, kita dicelupkan juga ke dalam persekutuan berasam saudara saudari dalam iman, bersama seluruh Tubuh Kristus, dibawa keluar dari isolasi kita.”
 
“Ada rantai yang tak terputus dalam kehidupan gereja, dalam proklamasi Sabda Allah, dari perayaan Sakramen-sakramen, yang telah turun kepada kita dan yang kita sebut Tradisi. Tradisi memberikan kita jaminan bahwa apa yang kita percaya adalah pesan asli Kristus, yang dikotbahkan oleh Para Rasul.”
“Seorang Kristen yang membiarkan dirinya dibimbing  dan dibentuk secara bertahap oleh iman Gereja, walaupun ia memiliki kelemahan, keterbatasan, dan kesulitannya, ia menjadi seperti jendela yang terbuka kepada terang Allah yang hidup, menerima terang ini dan menyebarkannya kepada dunia”
 
 
Katekese Tahun Iman : Kerinduan akan Allah
 
Perjalanan refleksi yang kita lakukan bersama pada tahun iman ini membawa kita untuk meditasi terhadap aspek yang mengagumkan dari pengalaman manusia dan pengalaman Kristiani : Manusia membawa didalam dirinya kerinduan yang misterius akan Allah…Kerinduan akan Allah sudah terukir dalam hati manusia karena manusia diciptakan oleh Allah dan untuk Allah. Allah tidak henti-hentinya menarik dia kepada diri-Nya. Hanya dalam Allah manusia dapat menemukan kebenaran dan kebahagiaan yang dicarinya terus-menerus (KGK No 27).
 
Hasrat atau kerinduan manusia selalu cenderung bergerak ke arah harta yang berwujud, yang seringkali jauh dari hal yang rohani, dan karenanya masih dihadapkan pada pertanyaan apa yang sungguh baik, dan sebagai akibat dari konfrontasi dirinya sendiri dengan sesuatu yang lain dari dirinya, sesuatu yang tidak bisa diciptakan manusia, tetapi manusia dipanggil kepadanya untuk mengenalinya. Apa yang sungguh dapat memuaskan hasrat manusia?
Bila apa yang aku alami bukan ilusi semata, bila aku sungguh menginginkan kebaikan orang lain sebagai jalan menuju kebaikanku, maka aku harus rela mendesentralisasi diriku, menempatkan diriku demi pelayanan orang lain sampai pada titik penyerahan diriku.
 
Manusia, mengetahui apa yang tidak dapat memuaskan [hasratnya], tapi tidak bisa membayangkan atau mendefinisikan sesuatu yang membuat ia mengalami kebahagiaan yang dirindukan oleh hatinya. Seseorang tidak bisa mengetahui Allah, mulai secara sederhana dengan kerinduan manusia.
Dari sudut pandang ini misteri tetap ada : manusia mencari yang Absolut, dalam langkah yang kecil dan tidak pasti. Dan pengalaman akan kerinduan, “hati yang gelisah”, seperti yang dikatakan St. Augustinus, sangatlah penting. Ini membuktikan bahwa manusia, jauh di lubuh hatinya, adalah makhluk yang religius (cf. Catechism of the Catholic Church, 28), pengemis dihadapan Allah…Mata mengenali objek ketika objek tersebut diterangi oleh terang. Karenanya hasrat untuk mengenal terang itu sendiri, yang membuat hal-hal duniawi bersinar dan karenanya menerangi kesadaran akan keindahan.
Kita tidak seharusnya melupakan dinamisme hasrat yang selalu terbuka kepada penebusan. Bahkan ketika hasrat [atau kerinduan] mengambil jalan yang salah, mengejar surga yang dangkal dan tampak kehilangan kemampuan untuk  merindukan kebaikan yang sejati. Bahkan di dalam lembah dosa percikan api [kerinduan] tersebut masih hidup di dalam hati manusia yang memampukan manusia untuk mengenali kebaikan yang sejati, untuk  merasakannya, dan memulai kembali pendakian ke atas, dimana Allah, dengan karunia rahmat-Nya, tidak pernah gagal menolong manusia.
 
Semua orang perlu menginjak jalan pemurnian dan penyembuhan hasrat. Kita adalah peziarah di jalan menuju kampung halaman surgawi, menuju kepada kepenuhan, kebaikan yang kekal, yang tidak ada apapun yang dapat mengambilnya dari kita. Ini bukan persoalan tentang menyesakkan hasrat yang ada dalam hati manusia, tapi ini adalah tentang membebaskannya, agar ia dapat mencapai ketinggiannya yang sebenarnya. Ketika hasrat terbuka bagi Allah, ini sudah merupakan tanda kehadiran iman di dalam jiwa, iman yang adalah rahmat Allah
 
 
Katekese Tahun Iman : Jalan Setapak Menuju Allah : Dunia, Manusia, dan Iman
 
Bahwa Inisiatif Allah selalu mendahului tiap tindakan manusia, bahkan dalam perjalanan menuju kepada-Nya, adalah Ia yang pertama kali menerangi kita, membimbing dan menuntun kita, selalu menghargai kebebasan kita. Dan Ia selalu mengijinkan kita masuk ke dalam keintiman-Nya, menyatakan dan menghadiahi dirinya bagi kita rahmat untuk sanggup menyambut pewahyuan dalam iman. Jangan pernah melupakan pengalaman St. Augustinus : bukan kita yang mencari atau memiliki kebenaran, tapi Kebenaran lah yang mencari dan memiliki kita.
 
Kesulitan dan pencobaan masa sekarang tidaklah kurang bagi iman,yang seringkali dipahami secara dangkal, ditantang, atau ditolak. “Selalu siap sedialah untuk menanggapi, tapi dengan kelembutan dan rasa hormat, kepada siapapun yang menanyakan harapan yang ada di dalam hatimu” (1 Pet 3 : 15). Di masa lalu, di Barat, dalam masyarakat yang dianggap Kristen, iman adalah lingkungan dimana kita bergerak, petunjuk dan kepatuhan kepada Allah, bagi sebagian besar orang merupakan bagian kehidupan sehari-hari. Mereka yang tidak percaya lah yang harus membenarkan ketidakpercayaan mereka. Di dunia kita, situasi telah berubah, dan secara meningkat,  orang percaya harus sanggup memberikan alasan bagi imannya.
 
Pada waktu kita sekarang terdapat fenomena yang berbahaya bagi iman; ada fakta sebuah bentuk ateisme yang kita definisikan sebagai “praktis” yang tidak menolak kebenaran-kebenaran iman atau ibadah-ibadah religius tetapi dengan mudah menganggap itu semua tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari, terlepas dari hidup, tidak berguna. Seringkali, kemudian, orang-orang percaya kepada Allah dengan cara yang mudah, tetapi hidup “seolah-olah Allah tidak ada” (etsi Deus non daretur). Pada akhirnya, cara hidup seperti ini lebih menghancurkan karena membawa kepada sikap acuh tak acuh terhadap iman dan pertanyaan mengenai Allah.
 
Jawaban apa yang harus iman berikan dengan lemah “lembut dan rasa hormat” kepada ateisme, skeptisisme, dan keacuhan terhadap dimensi vertikal, agar manusia jaman sekarang dapat terus menanyakan tentang eksistensi Allah dan berjalan sepanjang jalan yang menuntun kepada-Nya? Aku akan menyebutkan beberapa jalan, yang dihasilkan dari refleksi alamiah dan kekuatan iman. Aku akan dengan singkat merangkumnya dalam tiga kata : dunia, manusia, dan iman.
 
Pertama : Dunia. St Augustinus, yang dalam hidupnya begitu lama mencari Kebenaran dan ditangkap oleh Kebenaran, memiliki halaman yang indah dan terkenal, dimana ia menegaskan : “Tanyalah akan keindahan bumi, tanyalah akan keindahan laut…tanyakan keindahan langit…tanyakan semua realita ini. Semua menjawab : Lihat, kami begitu indah” Keindahan mereka adalah sebuah pengakuan. Keindahan mereka tunduk pada perubahan. Siapa yang menciptakan mereka jika bukan Ia yang Indah yang tidak tunduk pada perubahan?” “(Sermo 241, 2: PL 38, 1134). Aku pikir kita perlu memulihkan dan mengembalikan kemampuan untuk mengkontemplasikan ciptaan, keindahannya, strukturnya. Dunia bukanlah magma tak berbentuk, tapi semakin kita mengetahuinya, semakin kita menemukan mekanisme yang luar biasa, semakin kita melihat sebuah pola, kita melihat bahwa terdapat inteligensi kreatif.
 
Kata kedua : Manusia. Lagi St Augustinus memiliki kutipan yang terkenal yang mengatakan bahwa Allah lebih dekat kepadaku daripada aku kepada diriku sendiri (cf. Confessions, III, 6, 11). Dari sini ia merumuskan sebuah undangan : “Jangan pergi keluar dari dirimu, kembalilah kedalam dirimu : kebenaran berdiam di hati manusia” (True Religion, 39, 72). Ini merupakan aspek lain yang beresiko untuk hilang di dalam dunia yang berisik dan membingungkan dimana kita tinggal : Kemampuan untuk berhenti dan mengambil pandangan mendalam ke dalam diri kita dan membaca bahwa rasa haus bagi yang tak terbatas yang kita bawa didalam diri kita, mendorong kita untuk pergi lebih jauh dan menuju Seseorang yang dapat memuaskan rasa haus tersebut.
 
Kata ketiga : Iman. Khususnya dalam realita masa sekarang, kita tidak boleh lupa bahwa sebuah jalan kepada pengetahuan dan pertemuan dengan Allah adalah kehidupan iman. Ia yang percaya disatukan dengan Allah, terbuka bagi rahmat-Nya, terbuka pada kekuatan kasih. Jadi keberadannya menjadi saksi bukan demi dirinya sendiri, tapi demi Kristus yang bangkit, dan imannya tidak takut menunjukkan dirinya dalam kehidupan sehari-hari, imannya terbuka kepada dialog yang mengungkapkan persahabatan mendalam untuk perjalanan setiap manusia, dan mengetahui bagaimana membawa terang harapan kepada kebutuhan akan penebusan, kebahagiaan dan masa depan. Iman, faktanya, adalah pertemuan dengan Allah yang berbicara dan bertindak dalam sejarah dan yang mengubah kehidupan sehari-hari kita, mengubah mentalitas kita, sistem nilai, pilihan dan tindakan. Iman bukan ilusi, pelarian diri, perlindungan yang nyaman, sentimentalitas, tapi keterlibatan dalam setiap aspek kehidupan dan proklamasi Injil, Kabar Baik yang dapat membebaskan semua manusia.
 
Katekese Tahun Iman : Rasionalitas Iman
 
Iman diungkapkan dalam hadiah diri bagi orang lain, dalam persaudaraan yang menciptakan solidaritas, kemampuan untuk mencintai, mengatasi kesendirian yang membawa kesedihan..cinta kepada Allah, terlebih, membuat kita melihat, membuka mata kita, memampukan kita mengetahui seluruh realitas, yang menambahkan kepada pandangan sempit terhadap individualisme dan subjektivisme yang membingungkan suara hati.
Tradisi katolik, menolak apa yang disebut “fideisme”, yang merupakan hasrat untuk percaya yang melawan akal budi. Credo quia absurdum (Saya percaya karena hal itu absurd) bukanlah rumusan yang menafsirkan iman katolik. Allah tidaklah absurd, Ia adalah sebuah misteri. Misteri, pada gilirannya, tidaklah irasional tapi merupakan keberlimpahan indra, makna, dan kebenaran. Bila melihat kepada misteri, nalar melihat kegelapan, bukan karena tidak ada terang dalam misteri, tapi karena terlalu banyak terang di dalamnya.
 
St. Augustinus, sebelum pertobatannya mencari kebenaran dengan kegelisahan yang besar melalui semua filosofi yang ia miliki, dan menemukan bahwa semuanya tidak dapat memuaskannya. Tuntutannya, pencarian yang rasional, adalah pedagogi bermakna baginya untuk bertemu dengan kebenaran Kristus. Ketika ia berkata :”Aku percaya supaya aku mengerti ,dan aku mengerti agar aku percaya lebih baik” (Discourse 43, 9: PL 38, 258), seolah-olah ia sedang menceritakan kembali pengalaman hidupnya. Intelek dan iman tidaklah asing atau berlawanan terhadap Wahyu ilahi melainkan keduanya adalah syarat bagi pemahaman maknanya, bagi penerimaan pesan autentiknya, bagi pendekatan terhadap ambang batas misteri. St. Augustinus, bersama dengan pengarang Kristen lainnya, adalah saksi iman yang dipraktekkan dengan nalar, yang berpikir dan mengundang pikiran.
 
Iman katolik karenanya rasional dan mendorong kepercayaan dalam akal budi manusia. Konsili Vatikan Pertama, dalam Konstitusi Dogmatik Dei Filius, berkata bahwa nalar mampu mengetahui dengan kepastian, bahwa Allah itu ada melalui ciptaan, dimana kemungkinan untuk mengetahui “dengan mudah, dengan kepastian utuh dan tanpa kesalahan” (DS 3005) kebenaran-kebenaran yang berkaitan dengan Allah dalam terang rahmat, yang merupakan milik iman saja.
St. Petrus juga mendorong orang Kristen diaspora untuk menyembah :”di dalam hatimu hormatilah Kristus sebagai Tuhan. Siap sedialah untuk mempertanggungjawabkan kepada siapapun mereka yang meminta penjelasan bagi pengharapan yang ada didalam kamu (1 Pet 3 : 15)”. Dalam atmosfer penyiksaan dan dengan kebutuhan yang menekan untuk menjadi saksi iman, kita umat beriman diminta untuk membenarkan dengan nalar yang memilki dasar, kesetiaan kita kepada perkataan Injil, untuk menjelaskan alasan bagi pengharapan kita.
 
Kareananya iman yang sungguh dihidupi, tidak berasal dari konflik dengan ilmu pengetahuan, tapi bekerja sama dengannya … Untuk alasan ini juga, merupakan hal yang rasional untuk percaya : bila ilmu pengetahuan merupakan sebuah teman iman yang berharga untuk memahami rencana Allah bagi alam semesta, iman, tetap setia pada rencana ini, mengijinkan ilmu pengetahuan berkembang selalu untuk mencapai kebaikan dan kebenaran manusia.
 
 
Katekese Tahun Iman : Bagaimana Berbicara tentang Allah
 
Bagaimana kita bsia berbicara tentang Allah sekarang? Jawaban pertamanya adalah kita bisa berbicara tentang Allah karena Ia telah berbicara pada kita; jadi syarat pertama untuk berbicara tentang Allah adalah mendengarkan semua yang Allah sendiri telah katakan. Allah telah berbicara pada kita! Allah karenanya bukanlah hipotesis yang jauh mengenai asal usul dunia; ia bukan intelegensi matematis yang jauh dari kita. Allah peduli pada kita, Ia mencintai kita, Ia telah masuk secara personal kedalam realita sejarah kita, ia telah mengkomunikasikan diri-Nya, bahkan sampai menjadi manusia. Karenanya Allah adalah realita kehidupan kita, Ia begitu agung sehingga Ia memiliki waktu bagi kita juga, Ia peduli pada kita. Dalam Yesus dari Nazareth kita menemui wajah Allah, yang turun dari surga untuk menceburkan diri-Nya ke dunia manusia, di dunia kita, dan untuk mengejar “seni kehidupan”, jalan menuju kebahagiaan; untuk membebaskan kita dari dosa dan menjadikan kita anak-anak Allah (Efes 1:5; Roma 8:14). Yesus datang untuk menyelamatkan kita dan menunjukkan kepada kita kehidupan Injil yang baik.
 
Berbicara tentang Allah pertama-tama mengungkapkan dengan jelas Allah seperti apa yang harus kita bawa kepada pria dan wanita jaman sekarang : bukan Allah yang abstrak, sebuah hipotesis, tapi Allah yang nyata, Allah yang ada, yang telah masuk kedalam sejarah dan hadir dalam sejarah : Allah Yesus Kristus sebagai jawaban bagi pertanyaan mendasar tentang makna kehidupan dan bagaimana kita seharusnya hidup. Konsekuensinya, berbicara tentang Allah menuntut familiaritas dengan Yesus dan Injil-Nya, ini mengimplikasikan bahwa kita memiliki pengetahuan tentang Allah yang nyata dan personal, dan hasrat yang kuat bagi rencana keselamatan-Nya tanpa tunduk kepada godaan keberhasilan, tapi mengikuti cara Allah. Cara Allah adalah kerendahan hati – Allah menjadikan dirinya sama seperti kita – caranya dibawa melalui Inkarnasi di rumah Nazareth yang sederhana; melalui Gua Bethlehem; melalui perumpaan Biji Sesawi.
 
Ketika berbicara tentang Allah, dalam karya evangelisasi, dibawah bimbingan Roh Kudus, kita harus menemukan kesederhanaan, kita harus kembali kepada esensi proklamasi : Kabar Baik tentang Allah yang nyata dan efektif, Allah yang peduli tentang kita, Allah-Cinta yang menjadikan diri-Nya dekat dengan kita dalam Yesus Kristus, sampai di Salib, dan yang dalam Kebangkitan-Nya memberi kita harapan dan membukakan kita kepada kehidupan yang tak berujung, kehidupan kekal, kehidupan sejati.
 
St. Paulus..memberi kita pelajaran yang langsung menuju pada inti permasalahan iman :”bagaimana berbicara tentang Allah” dengan kesederhanaan yang besar.
 
Dalam Surat Pertama kepada Umat di Korintus ia menulis :”Ketika Aku datang kepadamu, saudara-saudara, aku tidak datang untuk memproklamasikan kepadamu kesaksian tentang Allah dalam kebijaksanaan atau kata-kata yang mulia. Karena aku memutuskan untuk tidak mengetahui apapun diantara kamu kecuali Yesus Kristus dan Ia yang disalibkan” (2:1-2).
 
Ia berbicara tentang Allah yang masuk dalam kehidupannya, ia berbicara tentang Allah yang nyata yang hidup, yang berbicara dengannya dan akan berbicaradengan kita, ia berbicara tentang Kristus yang disalibkan dan bangkit.
 
St. Paulus memproklamasikan Kristus dan ingin mengumpulkan orang-orang untuk Allah yang benar dan nyata. Keinginan Paulus adalah berbicara dan mengkotbahkan Ia yang masuk dalam kehidupannya dan yang merupakan kehidupan sejati, yang memenangkannya di jalan menuju Damaskus. Karenanya, berbicara tentang Allah berbarti membuka ruang bagi Ia yang memampukan kita mengetahuinya, yang menyatakan wajah kasih-Nya pada kita; artinya mengosongkan diri kita dari ego kita, mempersembahkannya kepada Kristus, dalam kesadaran bahwa bukan kita yang memenangkan orang lain demi Allah, tapi bahwa kita harus mengharapkan Allah untuk mengirim mereka, kita harus memohon kepada Allah bagi mereka. Berbicara tentang Allah karenanya berasal dari mendengarkan, dari pengetahuan kita tentang Allah yang dibawa melalui familiaritas dengan-Nya, melalui kehidupan doa dan dalam kesesuaian dengan 10 Perintah Allah.
 
Menyampaikan iman, bagi St. Paulus, tidak berarti menempatkan dirinya di depan, tapi berkata secara umum dan terbuka tentang apa yang telah ia lihat dan dengar dalam pertemuannya dengan Kristus, apa yang telah ia alami dalam hidupnya yang diubah melalui pertemuan itu : artinya menempatkan Yesus didepan, yang ia rasakan kehadiran-Nya di dalam ia dan yang menjadi orientasi keberadaannya yang sebenarnya, untuk memperjelas bagi semua orang bahwa Yesus diperlukan bagi dunia dan penting bagi kebebasan setiap orang.
 
Untuk berbicara tentang Allah, kita harus meninggalkan ruang bagi-Nya, percaya bahwa Ia akan bertindak dalam kelemahan kita : kita harus membuat ruang bagi-Nya tanpa rasa takut tapi dengan kesederhanaan dan sukacita, dalam keyakinan mendalam bahwa semakin kita menempatkan Ia di pusat dan bukan diri kita, semakin berbuah komunikasi kita. Dan ini jua benar bagi komunitas Kristen : mereka dipanggil untuk menunjukkan tindakan rahmat Allah yang mengubah, dengan mengatasi individualisme, kedekatan, keegoisan, keacuhan, dengan menghidupi kasih Allah dalam relasi sehari-hari mereka. Mari kita bertanya apakah komunitas kita sungguh seperti ini. Untuk menjadi seperti ini, kita harus, selalu dan sungguh memproklamasikan Kristus dan bukan diri kita.
 
Yesus bertindak dan mengajar, selalu mulai dari hubungan yang dekat dengan Bapa. Gaya ini menjadi petunjuk yang hakiki bagi kita sebagai orang Kristen : cara hidup kita dalam iman dan kasih menjadi cara untuk berbicara tentang Allah sekarang, karena hal ini menunjukkan, melalui kehidupan yang dijalani dalam Kristus, kredibilitas dan realisme terhadap apa yang kita katakan dengan kata-kata, yang bukan sekedar kata tapi dinyatakan dalam realita, realita yang sebenarnya. Dan dalam hal ini kita harus peduli untuk memahami tanda-tanda zaman…untuk mengidentifikasi potensi, aspirasi, dan tantangan yang kita temui dalam budaya jaman sekarang dan khususnya dalam keinginan bagi autentisitas, kerinduan terhadap yang transendens, dan kepedulian untuk menjaga Ciptaan dengan mengkomunikasikan tanpa rasa takut tanggapan yang iman persembahkan dalam Allah.
 
Berbicara tentang Allah artinya mengkomunikasikan apa yang esensial…melalui kata-kata dan kehidupan kita : Allah Yesus Kristus, Allah yang menunjukkan kita cinta yang begitu besar hingga ia menjadi manusia, wafat dan bangkit lagi demi kita : Allah yang meminta kita mengikuti-Nya dan membiarkan diri kita diubah oleh cinta yang mendalam untuk memperbaharui hidup dan hubungan kita; Allah yang memberi Gereja pada kita, agar kita dapat berjalan bersama dan melalui sabda dan sakramen, memperbaharui seluruh kota pria dan wanita, sehingga menjadi Kota Allah.
 
 
---------------------------------------------
Penulis : Paus Benediktus XVI 
Penerjemah : Cornelius

terima kasih telah mengunjungi renunganpagi.id, jika Anda merasa diberkati dengan renungan ini, Anda dapat membantu kami dengan memberikan persembahan kasih. Donasi Anda dapat dikirimkan melalui QRIS klik link. Kami membutuhkan dukungan Anda untuk terus menghubungkan orang-orang dengan Kristus dan Gereja. Tuhan memberkati

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy